Beranda | Artikel
Hukum-Hukum terkait Tato
4 hari lalu

Allah telah menciptakan manusia dengan sempurna

Allah Ta’ala telah menciptakan manusia dengan ciptaan yang begitu sempurna dan indah. Sebagaimana yang telah Allah Ta’ala firmankan di dalam Al-Qur’an,

لَقَدْ خَلَقْنَا الْاِ نْسَا نَ فِيْۤ اَحْسَنِ تَقْوِيْمٍ

“Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya,” (QS. At-Tin: 4)

Namun, ada sebagian orang yang kiranya merasa kurang puas dengan pemberian Allah kepada dirinya atau merasa dirinya akan lebih bagus ketika ditambahkan warna-warna yang beraneka rupa di tubuhnya, yang dikenal dengan sebutan tato.

Dalil dilarangnya mengubah ciptaan Allah dan mentato tubuh

Telah makruf tentunya hal yang berkaitan dengan tato ini. Bertujuan untuk memperindah tubuh dengan meletakkan aneka warna di tubuh. Namun, sayang seribu sayang, hal ini tidak diperbolehkan di dalam agama Islam. Karena hal ini termasuk dari mengubah ciptaan Allah Ta’ala kepada makhluknya. Allah Ta’ala berfirman,

اِنْ يَّدْعُوْنَ مِنْ دُوْنِهٖۤ اِلَّاۤ اِنٰـثًـا ۚ وَاِ نْ يَّدْعُوْنَ اِلَّا شَيْـطٰنًا مَّرِيْدًا  لَّـعَنَهُ اللّٰهُ ۘ وَقَا لَ لَاَ تَّخِذَنَّ مِنْ عِبَا دِكَ نَصِيْبًا مَّفْرُوْضًا  وَّلَاُ ضِلَّـنَّهُمْ وَلَاُ مَنِّيَنَّهُمْ وَلَاٰ مُرَنَّهُمْ فَلَيُبَـتِّكُنَّ اٰذَا نَ الْاَ نْعَا مِ وَلَاٰ مُرَنَّهُمْ فَلَيُغَيِّرُنَّ خَلْقَ اللّٰهِ ۗ وَمَنْ يَّتَّخِذِ الشَّيْطٰنَ وَلِيًّا مِّنْ دُوْنِ اللّٰهِ فَقَدْ خَسِرَ خُسْرَا نًا مُّبِيْنًا

“Yang mereka sembah selain Allah itu tidak lain hanyalah inasan (berhala), dan mereka tidak lain hanyalah menyembah setan yang durhaka. Yang dilaknati Allah dan (setan) itu mengatakan, ‘Aku pasti akan mengambil bagian tertentu dari hamba-hamba-Mu,dan pasti akan kusesatkan mereka, dan akan kubangkitkan angan-angan kosong pada mereka, dan akan kusuruh mereka memotong telinga-telinga binatang ternak, (lalu mereka benar-benar memotongnya), dan akan aku suruh mereka mengubah ciptaan Allah, (lalu mereka benar-benar mengubahnya).’ Barangsiapa menjadikan setan sebagai pelindung selain Allah, maka sungguh, dia menderita kerugian yang nyata.” (QS. An-Nisa: Ayat 117-119)

Al-Imam Al-Qurtubi berkata dalam tafsirnya,

وقالت طائفة : الإشارة بالتغيير إلى الوشم وما جرى مجراه من التصنع للحسن ،

“Sebagian ulama berkata, pada ayat ini terdapat isyarat penjelasan tentang makna mengubah ciptaan Allah, yaitu dengan mentato atau yang sejenis dalam rangka dibuat-buat untuk menjadi indah.” (Tafsir Al-Qurtubi, 5:392)  

Kemudian, dalil dari hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.

عَنْ عبد الله بن عمر رضي الله عنهما قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: لعن الله الواصلة والمستوصلة والواشمة والمستوشمة.

Dari Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Allah melaknat wanita yang menyambung rambutnya dan yang meminta untuk disambung rambutnya, dan Allah melaknat wanita yang ditato dan minta ditato.” (HR. Bukhari)

Laknat sebagaimana yang dijelaskan oleh para ulama,

الطَرْدُ عَنْ رَحْمَةِ اللهِ

Menjauhkan seseorang dari rahmat Allah.”

Artinya, ketika Allah Ta’ala melaknat sebuah perbuatan, menunjukkan akan jauhnya seseorang yang melakukan perbuatan itu dari rahmat Allah.

Baca juga: Bagaimana Cara Ibadah Orang yang Mengubah Jenis Kelaminnya?

Tato termasuk dosa besar

Al-Imam Adz-Dzahabi rahimahullah mengkategorikan dosa-dosa besar, di antaranya adalah setiap kemaksiatan yang ada hukumannya di dunia atau ancaman di akhirat dengan bentuk laknat atau azab. Sehingga, mentato ini kategorinya termasuk di antara dosa-dosa besar.

Tentunya yang melakukan dosa besar wajib baginya untuk bertobat kepada Allah. Jika ia bertobat, maka Allah akan mengampuni tobatnya. Adapun jika ia mati dalam keadaan belum bertobat, maka urusannya dengan Allah. Jika Allah ingin mengazabnya, maka Allah akan mengazabnya. Dan jika Allah ingin mengampuninya, maka Allah akan mengampuninya.

Apakah larangan untuk mentato hanya untuk wanita saja?

Mungkin, sebagian ada yang beralasan. Dalil yang disebutkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah untuk wanita. Terbukti dari penggunaan katanya menggunakan lafaz muannats (kata bahasa Arab yang bersifat wanita). Kalau begitu, berarti boleh untuk laki-laki untuk menato tubuhnya. Tentunya hal ini adalah pemahaman yang keliru. Syekh Bin Baz rahimahullah dalam fatwanya beliau berkata,

Yang jadi permasalahan (dalam mentato) adalah merubah ciptaan Allah, sehingga tidak hanya dikhususkan untuk wanita saja. Kalau ini dilakukan oleh laki-laki, maka hukumnya juga serupa, yakni haram.”[1]

Sehingga, tidak ada bedanya antara laki-laki dan perempuan dalam hal ini. Karena hukum asal dari hukum laki-laki dan perempuan tidak ada bedanya, kecuali ada dalil yang mengecualikannya. Oleh karena itu, kalau perempuan saja dilarang. Tentu bagi laki-laki lebih dilarang lagi, tentunya adanya dalil ini menunjukkan yang banyak melakukannya di zaman dahulu adalah wanita.

Karenanya dalam larangan dalam meratapi mayit, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun menggunakan lafadz An-Naihatu (wanita yang meratap). Hal ini menunjukkan bahwa yang meratap kebanyakan adalah wanita, namun apakah laki-laki tidak termasuk dalam larangan tersebut? Tentunya tidak demikian.

Jenis tato dan hukumnya

Setidaknya jenis tato terbagi menjadi dua, ada yang sifatnya sementara dan sifatnya permanen.

Tato sementara

Adapun tato yang sifatnya sementara, hal ini dapat tergambarkan di masyarakat kita, biasanya dalam bentuk mainan atau sejenis stiker yang sifatnya tidak permanen. Hal ini tentunya tidak bisa disamakan secara hukum dengan tato yang permanen. Bahkan, yang sifatnya demikian tidak bisa dinamakan dengan tato. Karena hal ini dikategorikan seperti henna untuk wanita.

Sebagian ulama ada yang membolehkan hal ini dengan beberapa syarat yang cukup ketat. Di antaranya:

Pertama: Digunakan oleh wanita.

Kedua: Hendaknya gambar tersebut sifatnya sementara dan tidak permanen.

Ketiga: Hendaknya gambar tersebut tidak menggambarkan makhluk hidup.

Keempat: Tidak menampakkan keindahan tersebut pada laki-laki yang bukan mahram.

Kelima: Warna yang digunakan adalah warna yang tidak membahayakan kulit.

Keenam: Tidak mengandung tasyabbuh (menyerupai) wanita-wanita fasik dan kafir.

Ketujuh: Tidak mengandung syi’ar-syi’ar yang mengagungkan agama lain, akidah yang rusak, dan manhaj yang menyimpang.

Kedelapan: Jika orang lain yang membentuk atau yang menggambarnya, maka harus wanita. Dan gambar tersebut tidak boleh terletak di tempat-tempat auratnya wanita.[2]

Jika terpenuhi syarat-syarat ini, maka boleh untuk digunakan. Tentunya syarat-syarat ini tidak seperti kebanyakan tato-tato sementara yang ada di tengah masyarakat kita. Oleh karena itu, tato seperti ini pun harus dihindarkan dan tidak boleh untuk digunakan. Karena dapat dipastikan, tidak akan terpenuhinya syarat-syarat di atas. Yang kemudian, menggunakan tato sementara yang ada di tengah masyarakat kita adalah bentuk tasyabbuh kepada orang-orang kafir.

Jika pun digunakan dan terpenuhi syarat-syarat di atas, bagaimanakah wudunya? Apakah sah? Seperti halnya wanita yang memakai henna, apakah sah wudunya? [3]

Wudunya tetap sah dan tidak pengaruh kepada wudunya jika yang tersisa hanya bekas warnanya saja. Al-Imam An-Nawawi menuturkan,

ولو بقي على اليد وغيرها أثر الحناء ولونه ، دون عينه، أو أثر دهن مائع؛ بحيث يمس الماء بشرة العضو ويجري عليها ، لكن لا يثبت: صحت طهارته

Dan jika tersisa bekas dan warna henna (pacar) pada tangan atau anggota tubuh yang lainnya, tanpa ada zatnya (benda fisik henna tersebut) atau bekas minyak cair. Sehingga air pun mengenai kulitnya dan mengalir di atas kulitnya, namun air itu tidak menetap (karena licin), maka sah bersucinya.”  

Tato permanen

Adapun tato yang permanen, dalam bentuk tinta yang ditusukkan ke kulit kemudian memunculkan warna dan gambar. Maka, para ulama sepakat akan keharamannya. Tidak diperbolehkan untuk laki-laki maupun perempuan, sebagaimana yang telah dijelaskan di atas dalam hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.

Jika ia pernah ditato disebabkan ketidaktahuannya di masa lampau, maka ia wajib bertobat kepada Allah atas dosanya tersebut. Karena hal ini termasuk dari dosa-dosa besar. Setelah bertobat, ia harus menghilangkan bekas tato tersebut. Sudah banyak kiranya cara untuk menghilangkan tato di zaman ini, ada yang menggunakan laser, cairan, atau yang lainnya.

Namun jika sulit untuk menghilangkannya atau ketika menghilangkannya akan menimbulkan mudarat yang lebih besar, maka tidak mengapa jika tidak dihilangkan.

Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah menuturkan,

ويصير الموضع الموشوم نجسا، لأن الدم انحبس فيه ، فتجب إزالته إن أمكنت، ولو بالجرح، إلا إن خاف منه تلفا، أو شينا، أو فوات منفعة عضو: فيجوز إبقاؤه، وتكفي التوبة في سقوط الإثم، ويستوي في ذلك الرجل والمرأة

Dan tempat yang ditato menjadi najis, karena darah terperangkap di dalamnya. Maka, wajib menghilangkannya jika memungkinkan, walaupun dengan melukainya, kecuali jika ditakutkan menyebabkan kematian, cacat yang serius, atau hilangnya fungsi anggota tubuh, maka diperbolehkan untuk membiarkannya dan cukup bertobat untuk menggugurkan dosanya. Hal ini berlaku baik bagi laki-laki maupun perempuan.”

Berdasarkan hal ini, tato memiliki dua konsekuensi:

Pertama: Tato menjadi penghalang air untuk mencapai kulit, kecuali jika tato tersebut sudah tertutup oleh daging.

Kedua: Orang yang salat dengan tato, berarti salat dengan membawa najis.

Oleh karena itu, tato harus dihilangkan, kecuali jika dikhawatirkan menimbulkan bahaya.

Semoga tulisan ini bermanfaat.

Wallahul Muwaffiq.

Baca juga: Hukum Operasi Plastik Untuk Kecantikan

***

Depok, 7 Rabiulakhir 1446 H/ 11 Oktober 2024

Penulis: Zia Abdurrofi


Artikel asli: https://muslim.or.id/98672-hukum-hukum-terkait-tato.html